Langsung ke konten utama

Ekstrak, Ekstraksi, dan Referensinya

Salah satu peran farmasi adalah mengembangkan obat dari bahan alam (natural product). Bahan alam ini bisa berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral. Tempatnya pun bisa dari daratan maupun bersumber dari laut yang beken dengan istilah marine drug. Bahan alam ini dicari dan dimanfaatkan untuk beragam tujuan. Secara garis besar ada dua arah yaitu mencari senyawa aktif baru sebagai penuntun (lead compound) dan pengembangan obat herbal (herbal medicine). Meski marine drug mulai banyak diteliti, bahan alam dari darat (saya kira) masih mendominasi riset-riset pencarian obat. Lebih khusus lagi, riset yang berkembang pada umumnya lebih menggali potensi flora atau herbal.

Sejalan dengan itu apa yang saya tulis kali ini banyak terkait dengan herbal atau tumbuhan. Di sisi lain, bahasan pencarian obat berbasis herbal memiliki rantai yang cukup panjang. Tidak cukup ruang untuk menerangkan hal ini dari hulu ke hilir atau dari pangkal hingga ujungnya. Spesifiknya saya hanya menyentuh sisi hulunya dahulu dan kulitnya saja. Jika anda sangat berhasrat untuk lebih tahu mengenai hal ini, maka baca referensi yang akan saya tunjukkan di akhir tulisan ini.

Baik pada pencarian senyawa aktif maupun pengembangan obat herbal, proses pengolahan bahan baku (raw material) umumnya adalah ekstraksi. Produk dari ekstraksi ini disebut ekstrak. Pembuatan ekstrak ini memudahkan kita dalam penyimpanan, analisis fitokimia, dan penapisan (skrining) farmakologi. Adapun pada pengembangan obat herbal, bentuk ekstrak akan memudahkan proses produksi dan kontrol kualitas produk. Lebih jauh, ekstrak tersebut bisa dipisahkan lagi ke dalam fraksi-fraksi. Fraksi bisa dikatakan hasil ekstraksi dari suatu ekstrak. Ekstrak sendiri adalah hasil penyarian dengan pelarut yang cocok pada bahan baku (raw material). Pembeda fraksi dengan ekstrak adalah bahan awal proses penyarian berupa ekstrak bukan bahan alamnya langsung. Dengan kata lain, meskipun bahan awal yang digunakan merupakan ampas hasil ekstraksi, kita tetap menyebutnya ekstrak, bukan fraksi.

Bahan baku (raw material) untuk ekstraksi sering disebut simplisia. Simplisia diartikan bahan yang telah mengalami pengolahan sederhana sehingga siap diproses lebih lanjut. Simplisia dibagi tiga macam yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan. Simplisia nabati bersumber dari tumbuhan. Simplisia hewani berasal dari jasad hewan. Adapun simplisia pelikan dari substansi mineral alam seperti belerang dan sebagainya. Simplisia yang dipakai untuk ekstraksi bisa dalam keadaan segar (basah) maupun dalam kondisi kering.

Simplisia kering bisa diperoleh dengan berbagai cara pengeringan seperti pengeringan dengan sinar matahari tidak langsung (diangin-anginkan), pengeringan dengan oven, dan cara lainnya. Dasar pemilihan bentuk segar atau kering berkaitan dengan sifat-sifat senyawa aktif yang diduga aktif untuk aktivitas tertentu. Jika tidak ada cara pengeringan yang cocok untuk mendapatkan senyawa aktif maka digunakan simplisia basah. Simplisia kering dibentuk menjadi serbuk atau irisan-irisan kecil. Hal ini bermanfaat untuk memaksimalkan hasil ekstraksi. Semakin kecil ukuran simplisia maka semakin besar luas permukaan spesifiknya. Dengan demikian semakin besar bidang kontak antara bahan dengan pelarut.

Jika anda masih bingung tentang kenapa luas permukaan semakin besar jika ukuran bahan diperkecil maka bayangkan sebuah benda berbentuk balok bersisi enam. Jika anda mengirisnya menjadi dua bagian maka ada berapa sisi yang dihasilkan? Ada tambahan dua sisi hasil irisan. Inilah yang dimaksud dengan semakin besar luas permukaan spesifiknya.

Prinsip kerja ekstraksi didasarkan atas perbedaan konsentrasi antara pelarut (luar sel) dengan bagian dalam sel tumbuhan. Senyawa akan berpindah mengikuti perbedaan konsentrasi tersebut (difusi). Senyawa yang tersari ini sifatnya sesuai dengan kepolaran pelarut. Jika pelarut bersifat nonpolar maka senyawa yang nonpolar pula yang cenderung tertarik ke pelarut. Ingat sifat like dissolve like. Namun, sifat ini tidak selalu demikian. Pelarut organik etanol/metanol mampu menarik senyawa dengan sifat polar hingga nonpolar. Pelarut ini sering dipakai untuk mendapatkan ekstrak kasar atau ekstrak total.

Secara umum ada dua macam cara (biasa) ekstraksi yaitu maserasi dan perkolasi. Maserasi boleh disebut cara rendaman. Pada maserasi, simplisia direndam selama beberapa hari (3-5 hari) dimana setiap hari pelarutnya diganti untuk memaksimalkan ekstraksi. Cara ini bisa dimodifikasi dengan bantuan ultrasonik. Fungsi ultrasonik sendiri untuk mempercepat proses ekstraksi dimana yang sebelumnya dalam hitungan hari menjadi jam. Namun, akan relatif sulit jika untuk mengekstraksi bahan dalam jumlah besar. Hal ini karena umumnya kapasitas ultrasoniknya kecil.

Cara kedua dengan perkolasi, yaitu dengan mengalirkan pelarut melalui bahan dalam alat khusus (perkolator). Perkolasi lebih memaksimalkan proses ekstraksi karena terjadi perbedaan konsentrasi secara kontinyu. Perkolasi bisa dipakai jika bahan yang kita gunakan relatif sedikit dan tidak voluminus. Baik pada maserasi dan perkolasi, proses dihentikan jika setelah dilihat (secara visual) warna pelarut dan hasil saringan ekstraksi (filtrat) relatif sama. Hal ini juga bisa didasarkan atas kebiasaan dan pengalaman sebelumnya.

Sering kali muncul pertanyaan “Berapa persen rendemen (ekstrak) yang saya dapatkan dari sekian gram atau sekian kilogram simplisia?”. Jawaban pastinya tentu akan diperoleh setelah kita lakukan ekstraksi. Namun, setelah selidik beberapa skripsi mahasiswa farmasi saya dapatkan perkiraan rendemen dari berbagai macam (bagian) simplisia tumbuhan dan pelarut yang umum sebagai berikut:
  • Akar : 0,5%-4%
  • Kulit Batang : 3%-9%
  • Daun : 10%-13%
  • Kulit Buah : 6%
Perlu diperhatikan bahwa ini hanya perkiraan (sangat) kasar (mengingat penyelidikan saya belum selesai hingga tulisan ini dibuat). Anda tetap perlu coba ekstraksi sekian gram (sebagai sampel) untuk menentukan lebih jauh berapa gram/kilogram simplisia yang harus anda siapkan untuk memenuhi kebutuhan riset anda.

Pengetahuan tentang ekstraksi bisa anda dapatkan lebih banyak lagi dengan membaca referensi antara lain:
  1. Phytopharmaceutical Technology (List dan Schmidt, 1989)
  2. Extraction technologies for medicinal and aromatic plants (ICS-UNIDO, 2008)
  3. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat (Depkes RI, 2000)
  4. Teknologi Bahan Alam (Agoes, 2007)


Postingan populer dari blog ini

Cara Praktis Mengubah Gaya Harvard ke Gaya Vancouver

Pada tulisan Menambahkan Style di Zotero saya menguraikan bagaimana kita bisa membubuhkan gaya sitasi (style) baru ke dalam zotero. Nah, dengan beragam koleksi style yang ada kita bisa dengan mudah dan cepat mengubah suatu style ke style yang lain. Sewaktu-waktu kita dapat mengubah style sitasi dari karya tulis ilmiah kita tanpa harus bekerja mulai dari nol. Perubahan tersebut cukup kita lakukan di aplikasi word processor kita, tanpa perlu terkoneksi dengan internet atau harus online.

Mengapa Suatu Pelarut Dikatakan Polar?

U ntuk mendapatkan suatu senyawa dari suatu bahan tumbuhan, kita dapat menjalankan proses yang dinamakan dengan "ekstraksi berpelarut" ( solvent extraction ) atau bisa disebut "ekstraksi" saja. Pelarut yang akan digunakan untuk ekstraksi harus dipilih yang cocok. Kriteria yang digunakan untuk memilih pelarut ekstraksi antara lain masalah harga, toksisitas, ketersediaan, selektivitas solut, kesulitan untuk rekoveri, sifat fisik (kelarutan dalam air, viskositas, titik didih) dan keamanan penggunaannya (keterbakaran, volatilitas). Keputusan akhir biasanya merupakan jalan tengah di antara kriteria tersebut. Namun, untuk skala laboratorium, kriteria yang menjadi kunci pemilihan pelarut yaitu faktor kelarutan (solubilitas) dan selektivitas (Cannel, 1998:61). Kedua faktor kunci tersebut berhubungan dengan kepolaran molekul pelarut itu sendiri. Kepolaran menunjukkan kekuatan gaya tarik menarik antara molekul. Jika dua zat memiliki gaya-tarik-antara-molekul yang sama ata

Cara Cepat Membuat Kutipan dan Daftar Pustaka dengan Zotero

B agaimana cara anda membuat kutipan (sitasi) dan daftar pustaka pada karya tulis ilmiah? mungkin cara anda adalah dengan langkah-langkah berikut: pertama, anda menyalin (kopi) atau menyimpan dokumennya (buku, jurnal, halaman web) lalu menandai keterangan yang anda perlukan baik rincian pustakanya, maupun teks yang akan dikutip; kedua, anda memasukkan teks dan kutipan (sitasi) ke dalam tulisan sekaligus mencantumkannya ke daftar pustaka; ketiga, anda melakukan langkah pertama dan kedua berulang-ulang baik untuk memasukkan pustaka baru, memberi kutipan yang sama di paragraf yang lain, penyuntingan jika ada kesalahan nama atau tahun, dan sebagainya. Pastinya hal ini akan melelahkan dan membuat sebagian kita menjadi frustasi (mungkin trauma) saat membuat karya tulis ilmiah. Bayangkan jika tulisan kita memuat puluhan jurnal atau buku. Jika ada yang salah, apakah anda akan memeriksa halaman demi halaman (tentu tidak!). Perlu saya sampaikan bahwa cara anda tersebut adalah cara sulit, kenapa